Muntahan Lava Pijar, Karakter Khas Gunung Anak Krakatau

Oleh Elde Domahy Lendong, S.Fil

Gunung Anak Krakatau Mengeluarkan Asap TebalStatus aktivitas Gunung Anak Krakatau hingga kini masih siaga level tiga. Pihak, Kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung, telah merekomendasikan bahwa aktivitas Gunung Anak Krakatau tidak akan menimbulkan bahaya gempa tektonik dan tsunami. Bahkan, beberapa tim pemantau dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, sudah terjun ke lokasi dan memastikan kemungkinan terburuk dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini. Dari pemantauan itu, dan berdasarkan hasil rekaman alat seismograf di Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau di Pasauran, Kecamatan Cinangka, Serang, Banten, dipastikan bahwa aktivitas Gunung Anak Krakatau tidak akan menimbulkan letusan.

Kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi hanya merekomendasikan agar para nelayan, masyarakat, dan para wisatawan tidak mendekat ke kawah Gunung Anak Krakatau dalam radius tiga kilometer. Karena itu, satuan koordinasi pelaksana (satkorlak) penanganan bencana di tingkat provinsi baik itu Provinsi Banten maupun Provinsi Lampung, perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat supaya tidak merasa takut dan khawatir dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau itu. Memang, faktanya, masyarakat di sekitar Anyer, Labuan, dan Carita, yang berada dekat dengan Gunung Anak Krakatau, tetap melakukan aktivitas seperti biasa.

Namun, pemberitaan media massa baik cetak maupun elektronik yang intensif dan cenderung berlebihan membuat sebagian masyarakat berspekulasi dan berasumsi bahwa status Gunung Anak Krakatau dalam keadaan bahaya. Masyarakat seakan dibawa lagi ke sejarah masa silam Gunung Krakatau yang meletus sangat dahsyat dan menakutkan. Sebagian orang akhirnya membongkar lagi dokumen sejarah ribuan tahun lalu, dan akibatnya rasa takut berlebihan pun akan muncul.

Memang, kalau kita membaca lagi sejarah meletusnya Gunung Krakatau, pasti akan muncul rasa takut dan khawatir karena sejarah telah mencatat bahwa letusan Gunung Krakatau ribuan tahun silam, mengakibatkan gempa tektonik dan tsunami yang terdahsyat. Bahkan, menurut catatan sejarah, letusan Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatera itu, memiliki daya ledak 30 ribu kali dari bom atom yang meledak di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II, sehingga bunyi ledakannya terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika.

Bukan hanya itu, letusan Krakatau juga menyebabkan terjadinya perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari, akibat debu vulkanis yang menutup atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Bahkan hamburan debu vulkanis tampak di langit Norwegia hingga New York.

Dikatakan bahwa ledakan Krakatau itu sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora, serta Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang.

Karena itu, letusan Gunung Krakatau dicatat sebagai bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Sejarah Gunung Krakatau yang menggegerkan dunia itu, membuat sebagian orang takut ketika mendengar Gunung Anak Krakatau beraktivitas lagi.

Menurut catatan seorang peneliti Simon Winchester, selaku ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geoghrapic, ledakan Gunung Krakatau adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluh-lantakkan dalam sejarah manusia moderen. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 peduduk bumi saat itu.

Sementara menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama Gunung Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. Sedangkan buku The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Para peneliti mencatat bahwa ribuan korban manusia akibat letusan Gunung Krakatau itu, berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak, yang pada saat itu masuk wilayah Kabupaten Serang, hingga Cimalaya di Karawang, Jawa Barat, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon) serta Sumatera bagian selatan.

Masih menurut sejarah bahwa, Gunung Krakatau berasal dari Gunung Krakatau Purba. Para ahli memperkirakan pada masa purba, terdapat sebuah gunung yang sangat besar di Selat Sunda, dan kemudian meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba yang merupakan induk dari Gunung Krakatau.

Sisi-sisi atau tepi kawah dari Gunung Krakatau Purba itu disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Dikatakan bahwa Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Rakata. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.

Berdasarkan catatan para ahli, muai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Kakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Gunung Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif.

Tahun 2015-283

Beberapa ahli geologi memprediksikan bahwa letusan Gunung Anak Krakatau bakal terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004, yang meluluh-lantahkan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) juga tidak bisa diabaikan. Sementara menurut Profesor Ueda Nakayama, salah seorang ahli gunung api dari Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meskipun aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal tiga abad lagi. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan diperkirakan lebih dahsyat dari letusan induknya, Gunung Krakatau.

Menurut anggota tim pemantau dari Kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung, Cahaya Patria, hingga kini status Gunung Anak Krakatau masih siaga. Aktivitas yang terjadi di gunung itu tetap fluktuatif.

“Aktivitas yang terjadi di Gunung Anak Krakatau tidak berbahaya dan tidak akan menimbulkan letusan yang besar, sehingga menimbulkan tsunami dan gempa tektonik. Aktivitas itu terjadi rutin setiap lima tahun atau 10 tahun sekali,” ujar Cahaya Patira ketika dihubungi Minggu (11/11) malam.

Ia menjelaskan, kepulan asap yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau akibat terjadinya gerakan magma dari dalam perut gunung itu, dan juga akibat gempa vulkanik A (gempa dalam) dan gempa vulkanik B (gempa dangkal). Ia mengungkapkan, aktivitas Gunung Anak Krakatau itu hanya seperti itu dan tidak akan meningkat. Dalam waktu beberapa bulan ke depan, aktivitas gunung itu akan mereda dan kembali ke aktif normal.

“Pada tahun 2001 lalu, aktivitas yang sama terjadi di Gunung Anak Krakatau. Sekarang muncul lagi aktivitas yang sama. Jadi, aktivitas gunung itu tidak menimbulkan bahaya,” ujar Cahaya.Cahaya mengatakan, muntahan lava pijar atau pijaran api dari kawah Gunung Anak Krakatau merupakan karakter khas gunung itu pada setiap kali terjadi peningkatan aktivitas dari status aktif normal ke waspada dan siaga.

“Lava pijar itu ditimbulkan oleh gerakan magma dari dalam perut Gunung Anak Krakatau. Pijaran api yang keluar itu bisa berupa batu dan juga cairan vulkanik yang kemudian akan membeku menjadi batu,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau di Pasauran, Kecamatan Cinangka, Serang, Banten, Anton, kepada SP menjelaskan hingga saat ini, aktivitas Gunung Anak Krakatau tetap fluktuatif, terkadang naik dan terkadang menurun.***


One Response

  1. lengkap. n bisa ngelibas habis guru les geo gw yg sok tw. masa dy gag tw sama sx ttg krakatau meletus. tolol gag c. . .

Leave a reply to stee Cancel reply