Mungkinkah Pola Pengelolaan SEZ di Suzhou, RRT Dapat Diterapkan di Banten?

 

sekda-banten.jpg Oleh Elde Domahy Lendong, S.Fil

Kunjungan sejumlah pejabat Provinsi Banten, yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Ir Hilman Nitiamidjaja, ke Shanghai, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), sejak tanggal 29 November sampai 1 Desember 2007 lalu, untuk studi banding soal Free Trade Zone (FTZ) atau Specific Economic Zone (SEZ) yang sejak awal diprotes keras oleh sejumlah kalangan masyarakat Banten. Kendati demikian, kunjungan itu tetap dilakukan dan tidak semua anggota Komisi II DPRD Banten ikut dalam rombongan itu, karena bebrapa anggota dewan memilih untuk tidak mengikuti studi banding itu termasuk Gubernur Banten Hj Ratu Atut Chosiyah.

Rombongan yang berangkat ke Shanghai, kini akan berhadapan dengan sebuah tuntutan yang sangat besar dari masyarakat Banten tentang satu hal yakni terkait manfaat dan implementasi dari hasil kunjungan itu terhadap rencana pengembangan SEZ atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dikemas dalam bentuk FTZ, di wilayah Banten. Ini bukan perkara mudah, karena pola pengelolaan SEZ yang sedang berjalan di Kota Suzhou, RRT, sudah berjalan secara terstruktur, rapi, dan lebih modern yang dibangun dalam sebuah sistem yang canggih, serta seluruh sarana dan prasarana penunjang sudah lengkap.

Memindahkan pola pengelolaan SEZ di Suzhou, ke Banten, yang nota bene masih mengalami begitu banyak kekurangan baik itu dari segi infrastruktur jalan, jaringan kereta api (KA) dan pelabuhan, maupun fasilitas lainnya, merupakan persoalan yang complicated. Karena itu, rombongan kunjungan ke Shanghai, RRT, baik dari DPRD Banten, Pemkab Serang, maupun dari Pemprov Banten, dituntut untuk merumuskan hasil studi banding itu secara benar dan menerjemahkan sistem pengelolaan SEZ di RRT, secara proporsional sesuai konteks situasi dan kondisi riil di Banten.

Kepala Biro Humas Provinsi Banten Eneng Nurcahyati, yang juga ikut serta dalam kegiatan studi banding ke RRT, belum lama ini mengungkapkan, rombongan pejabat dari Banten pertama-tama mengunjungi Suzhou, tepatnya di Suzhou Industrial Park (SIP), yang terletak di Kota Suzhou, dekat Shanghai, guna mempelajari pola pengelolaan SEZ di kawasan itu.

“Ada banyak hal yang kami pelajari di sana baik itu soal sistem pengelolaan SEZ secara keseluruhan, maupun sarana dan prasarana yang disediakan untuk menunjang perjalanan SEZ itu sendiri,” ujar Eneng.

Jika kita kaji berdasarkan sejarah SIP itu sendiri, pengembangan SEZ di kawasan itu dilandasi oleh sebuah perencanaan yang sangat matang. Pembangunan kawasan SIP itu sendiri diawali penandatanganan antara Wakil Perdana Menteri China Li Lanqing dan Senior Minister Singapura Lee Kwan Yew di Beijing tanggal 26 Februari 1994.

Kawasan international township Sozhou memiliki penduduk sebanyak 430 ribu jiwa, dengan luas 288 km2. Sementara SIP berada di atas lahan seluas 80 km2, yang dikelola oleh RRT dan Singapura. SIP dibangun dengan sebuah rancangan yang matang dan komprehensif, dengan menggunakan standar internasional.

Pola pengembangan SIP diarahkan pada multi fungsi, dengan menggunakan sistem hightech industrial park, yang bergelut di bidang industri teknologi informasi telematika, animasi, seperti International Science Park, Bio Bay Technology Base, Innovation Induatrial Park, dan Information Technology Park.

Di kawasan itu juga dikembangkan industri modern yang terletak di Modern Logistic Center, dan Economic Processing Zone District. Selain itu, Kota Sozhou juga didbangun dengan gaya arsitek planologi global , sebagai jantung kehidupan kawasan. Sozhou juga merupakan kota berwawasan lingkungan.

Dari segi infrastruktur, Kota Sozhou memiliki jaringan jalan dan jalur KA yang komplit, sehingga mendukung pola pelayanan yang cepat. Pengelolaan SIP sendiri lebih mengepankan one stop service (pelayanan satu atap) sehingga SIP hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk memberikan izin bagi para penanaman modal asing.

Selain itu, pelayanan dokumen kepabeanan juga telah menerapkan sistem elektronik dengan menggunakan cyber service atau electronic data interchange.

Kawasan SIP sendiri merupakan bagian dari Suzhou international township, berada di bawah Pemerintah Kota Suzhou (Suzhou Municipal Government). SIP secara infrastruktur dikembangkan oleh China-Singapore Suzhou Industrial Park Development Co. Ltd (C-SSD) yang pada tahap awal memiliki nilai investasi sebesar US$ 125 juta.

C-SSD merupakan perusahaan Konsorsium Joint-Venture dengan lima pemegang saham (shareholders) antara lain China Consortium (52 persen), Singapore Consortium (28 persen), serta saham gabungan kelompok perusahaan: Hong Kong and China Gas Investment Ltd. CPG Corporation Private Ltd dan Suzhou New District Hi-Tech Industry Stock Co. Ltd.

Dalam pengembangan SEZ itu sendiri, pemerintak Kota Suzhou diberi wewenang penuh oleh pemerintah pusat, sehingga seluruh pelayanan perizinan baik itu bea cukai, imigrasi, perpajakan, karantina, investasi maupun ketenagakerjaan dan hal-hal lainnya berada dalam pelayanan satu atap. Pemerintah pusat yang juga melibatkan pemerintah provinsi hanya mengatur dalm membuat kebijakan makro yang juga melibatkan Pemerintah Singapura (Economic Development Board dan Jurong Town Cooperation). Kerja sama antar kedua negara ini dinamakan China-Singapore Joint Steering Council (CSJSC).

Lebih jauh Eneng menuturkan, rombongan pejabat dari Banten, sempat berdiskusi dengan pihak manajem SIP, yang diwakili oleh Deputy Secretary Vice Chairman SIP CPC Working Committee, Mr Barry Yang. Dari hasil diskusi itu, kata Eneng, diperoleh informasi bahwa SIP memiliki jaringan dengan kota-kota besar di RRT bahkan dengan beberapa kota di dunia dengan adanya infratsruktur berbasis teknologi yang didukung oleh jaringan transportasi melalui udara, laut serta darat. Visinya adalah mengembangkan SIP sebagai kawasan modern bertaraf internasional dengan teknologi tinggi dan berwawasan lingkungan.

Menurut Eneng, tingkat pertumbuhan investasi dan ekonomi di SIP berkembang sangat spekatakuler selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Pertumbuhan ekonominya rata-rata 40 persen per tahun dengan income per kapita US$ 30 ribu per tahun yg merupakan tingkat penghasilan tertinggi RRT. Sampai dengan 2006 jumlah perusahaan asing yang berinvestasi sebanyak 2.600 perusahaan dengan nilai total investasi kontraktual US$ 27 milyar dan investasi lokal kontraktual senilai RMB 70 miliar (mata uang Tiongkok). Sesuai dengan visinya, SIP hanya difokuskan untuk investasi di bidang industri berteknologi tinggi

“Kesuksesan besar yang diraih SIP di Kota Sozhou, RRT karena ada komitmen yang kuat dari seluruh pelaku pembangunan baik pemerintah, stakeholders maupun masyarakat dalam proses pembangunan SIP dan terus menerus menjaga perencanaan tersebut agar tidak berubah serta menyiapkan dukungan sarana dan prasarana infrastruktur untuk menarik para investor. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki SIP bagi investor antara lain adanya social security system, program pendidikan yang dikelola oleh perguruan tinggi swasta terkenal untuk penyediaan tenaga kerja yang berkualitas dan sesuai komptenesi yang dibutuhkan oleh industri, sistem pro-business services dengan adanya one stop services center, dukungan lingkungan kehidupan yang sehat dan hubungan industri yang harmonis serta adanya kebijakan-kebijakan khusus yang dibuat hanya untuk di SIP,” kata Eneng.

Kalau kita bandingkan beberapa kekhasan Kota Suzhou dan Banten memang ada beberapa potensi yang sama yakni memiliki pelabuhan internasional, pusat perdagangan, pusat industri dan juga pendidikan. Namun, menjadikan Banten sama seperti Kota Suzhou, adalah mimpi di siang bolong, karena masih banyak kekurangan yang dimiliki Banten yang perlu dibangun dan dibenahi.

Pelabuhan Internasional Bojonegara yang diimpikan Banten hingga kini masih dalam proses, dan entah sampai kapan pelabuhan itu akan selesai dikerjakan dan dioperasi dengan menggunakan standar internasional. Selain itu, akses jalan tol di Banten belum memadai, karena kondisi jalan tol Jakarta-Merak saja tidak terlalu baik.

Cita-cita untuk mengembangkan SEZ atau KEK yang dikemas dalam bentuk FTZ di Banten memang masih membutuhkan proses yang sangat panjang. Untuk merealisasikan pengembangan SEZ di Banten perlu disiapkan sarana dan infrakstuktur yang memadai. Karena itu, studi banding pejabat Banten di SIP, Kota Sozhou, RRT, akan menjadi mubazir, jika tidak ada political will baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, guna merumuskan secara konkret lewat kebijakan pembangunan terkait persiapan-persiapan untuk mengembangkan KEK atau FTZ itu.***