Skenario Menyelamatkan Orang Tertentu di Balik Kasus Dana Perumahan DPRD Banten

{Catatan Akhir Tahun 2005]

Oleh Elde Domahy Lendong, S.Fil

PROSES penegakan supremasi hukum atau law enforcement di Provinsi Banten belum sepenuhnya berjalan fair dan transparan. Berbagai kasus korupsi yang ditangani lebih banyak mengendap di kepolisian dan kejaksaan tanpa ada kejelasan lebih lanjut penanganannya sehingga menimbulkan kebingungan dan pertanyaan besar bagi banyak kalangan. Bahkan ada tendensi untuk menciptakan skenario menyelamatkan orang-orang tertentu yang dinilai cukup berpengaruh dan menguntungkan bagi penyidik.

Masih banyak kasus korupsi lain yang perlu mendapat perhatian publik dan melakukan pengawalan terhadap kinerja aparat kepolisian dan kejaksaan sehingga proses penegakan supremasi hukum di bumi Banten benar-benar berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan bersama oleh masyarakat yakni terciptanya keadilan dan kesejahteraan.

Selama kurun waktu, kurang lebih dua tahun sejak 2004 lalu, pihak Kejati Banten hanya berkonsentrasi dengan kasus korupsi dana perumahan DPRD Banten periode 2001-2004 senilai Rp 14 miliar. Itu pun hanya enam orang yang telah diadili dan telah divonis bersalah, sementara sebanyak 71 mantan anggota DPRD Banten yang lain, yang jelas-jelas telah menikmati dana perumahan itu tidak diadili hingga saat ini. Pertanyaannya, adakah skenario tersembunyi di balik tidak diusutnya 71 mantan anggota dewan yang telah menerima dana perumahan itu?

Sebagaimana diketahui, sebanyak tiga orang mantan pimpinan DPRD Banten periode 2001-2004 harus mendekam di balik jeruji besi karena menerima dana perumahan itu. Ketiga mantan pimpinan DPRD itu yakni anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Drs Dharmono K Lawi yang sebelumnya mantan Ketua DPRD Banten (terdakwa I), mantan Wakil Ketua DPRD Banten Muslim Djamaludin dari Partai Golkar yang kini sudah purnabakti (terdakwa II) dan mantan Wakil Ketua DPRD Banten Mufrodi Muchsin dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) yang kini menjadi Wakil Ketua DPRD Banten periode 2004-2009 (terdakwa III). Untuk terdakwa I dan terdakwa II telah divonis oleh Pengadilan Negeri Serang hukuman pidana penjara selama 4,6 tahun. Sementara terdakwa III divonsi empat tahun penjara. Ketiga terdakwa ini sudah melakukan banding di Pengadilan Tinggi Banten, dan kini masih menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung ketiganya kini berstatus tahanan kota.

Hal yang sama dialami oleh Mantan Sekretaris Panitia Anggaran DPRD Banten Tuti Sutyah Indra. Terdakwa Tuti divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Serang, namun ketika banding, Pengadilan Tinggi Banten memutuskan hukuman percobaan terhadap terdakwa Tuti selama 10 bulan.

Sementara terdakwa mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) Tardian telah divonis oleh Pengadilan Negeri Serang, dengan hukuman satu tahun penjara. Namun sungguh menyedihkan, terdakwa Tardian, mengembuskan napasnya terakhir akibat serangan jantung ketika sedang menjalani masa tahanan di balik trali besi Rutan Serang beberapa waktu lalu, karena kasus dana perumahan itu.

Giliran terakhir yang telah diadili adalah dari eksekutif Banten yakni Gubernur Banten nonaktif Djoko Munandar yang baru saja dijatuhkan vonis hukuman penjara selama dua tahun dan denda Rp 100 juta atau subsidair tiga bulan kurungan oleh hakim Pengadilan Negeri Serang, Rabu (21/12) lalu. Terdakwa Djoko Munandar melalui penasihat hukumnya Henry Yosodiningrat telah menyatakan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Serang ke Pengadilan Tinggi Banten. Terdakwa Djoko Munandar sejak ditetapkan jadi tersangka dan disidangkan, tidak ditahan.

Terdakwa Djoko Munandar divonis terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi karena terdakwa telah menyalahgunakan wewenang yang ada padanya yang menyebabkan terjadinya kerugian uang negara senilai Rp 14 miliar, sebagaimana tertuang dalam PP No 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No 29 Tahun 2002.

Memang, acuan yuridis dari pihak penyidik Kejati Banten selaku JPU dalam menangani kasus dugaan korupsi dana perumahan DPRD Banten senilai Rp 14 miliar itu adalah PP No 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam Pasal 12 Ayat 2 PP No 105 Tahun 2000 dinyatakan bahwa pengeluaran yang dibebankan pada pengeluaran tidak tersangka adalah untuk penanganan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak tersangka lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah.

Peraturan ini ditegaskan kembali dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 Kepmendagri No 29 Tahun 2002, di mana dalam ayat 1 ditegaskan bahwa “belanja tidak tersangka dianggarkan untuk pengeluaran penanganan bencana alam, bencana sosial atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah. Kemudian dalam Ayat 2 dirincikan bahwa “pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), yaitu: pengeluaran-pengeluaran yang sangat dibutuhkan untuk penyediaan sarana dan prasarana langsung dengan pelayanan masyarakat, yang anggarannya tidak tersedia dalam tahun anggaran yang bersangkutan; dan pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam tahun anggaran yang telah ditutup dengan didukung bukti-bukti yang sah.”

Dana perumahan senilai Rp 10,5 miliar itu dinikmati oleh semua anggota DPRD Banten periode 2001-2004 sebanyak 75 orang. Sementara dana tunjangan kegiatan dewan senilai Rp 3,5 miliar dinikmati oleh 28 anggota DPRD Banten yang masuk dalam anggota Panitia Anggaran Legislatif. Namun, ironisnya, penanganan kasus korupsi itu hanya ditujukan kepada empat orang anggota dewan yang dinilai karena jabatannya sebagai pimpinan dewan dan sekretaris panitia anggaran memiliki tanggung jawab lebih dari anggota biasa lainnya. Padahal, keberadaan mereka hanyalah sebagai corong bagi anggota dewan atau anggota panitia anggaran, bukan dalam kapasitas pribadi atau individu. Penanganan penegakan hukum di Banten patut dipertanyakan, jika 71 anggota dewan yang telah menikmati dana perumahan dan dana tunjangan kegiatan dewan itu tidak diadili oleh aparat penegak hukum di Banten.

Apalagi jika dibandingkan dengan dua terdakwa dari eksekutif Banten yakni mantan Sekwan Tardian, yang divonis bersalah karena menyimpan dana perumahan dan dana tunjangan kegiatan dewan itu di rekening pribadi, kendati terdakwa mantan Sekwan Tardian sendiri tidak menikmati dana itu. Selain itu terdakwa Gubernur Banten nonaktif Djoko Munandar divonis bersalah kerana menyalahgunakan wewenang yang ada padanya dalam mengeluarkan anggaran itu sehingga menyebabkan terjadinya kerugian uang negara. Terdakwa Djoko Munandar sendiri tidak menikmati sepeser pun dari dana perumahan yang ia kucurkan kepada anggota DPRD Banten itu.

Ketua Forum Peduli Banten Harry Zaini kepada Pembaruan, Rabu (28/12) menjelaskan, selama tahun 2005 ini Kejati Banten dan Pengadilan Negeri Serang hanya menyelesaikan proses peradilan terhadap enam terdakwa dalam kasus dana perumahan DPRD Banten. Namun sebanyak 71 mantan anggota DPRD periode 2001-2004 lainnya hingga kini belum tersentuh. Padahal dana itu sudah dinikmati oleh semua mantan anggota DPRD Banten sebanyak 75 orang.

“Penegakan hukum di Banten berjalan pincang jika 71 mantan anggota DPRD itu dibiarkan bebas. Kami mendesak agar sejak awal tahun 2006 mendatang, 71 mantan anggota dewan yang telah menikmati dana perumahan yang diambil dari dana tak tersangka APBD Banten 2003 itu segera diadili. Gubernur Banten Djoko Munandar saja yang tidak merasakan dan menikmati dana itu divonis bersalah oleh hakim di Pengadilan Negeri Serang, apalagi 71 mantan anggota dewan yang menikmati dana itu,” tegas Harry.

Harry mengungkapkan, pihaknya bersama aktivis LSM lainnya serta seluruh elemen masyarakat akan terus mendesak dan mendorong Kejati Banten untuk segera menyeret 71 mantan anggota DPRD Banten itu ke pengadilan.

“Keadilan dan hukum harus ditegakkan di Banten tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terbukti bersalah harus dihukum. Kami akan melakukan aksi besar-besaran dan mosi tidak percaya kepada Kejati Banten jika mereka hanya getol mengadili enam orang dalam kasus dana perumahan, sementara 71 mantan anggota dewan lainnya dibiarkan melenggang bebas seolah-oleh tidak bersalah. Bila perlu 71 mantan anggota DPRD Banten dimasukkan ke tahanan supaya seluruh pejabat di Banten sadar bahwa penegakan hukum di Banten tidak setengah-setengah, sehingga membawa efek jera bagi para pejabat lainnya,” tegas Harry.

Menurut Harry, masih banyak kasus korupsi yang harus diselesaikan Kejati Banten. Namun pengusutan dan penyeretan 71 mantan anggota DPRD Banten itu harus menjadi skala prioritas, karena enam orang telah divonis bersalah dalam kasus yang sama.

Sementara itu sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten Kamal Sofyan Nasution SH mengatakan, pihaknya saat ini tengah menginventarisasi nama-nama 71 orang mantan anggota DPRD Banten periode 2001-2004 yang telah menerima aliran dana perumahan yang diambil dari dana tak tersangka APBD Banten 2003 senilai Rp 14 miliar itu. Langkah ini dilakukan untuk kepentingan proses hukum terhadap mantan anggota DPRD Banten itu sehingga komitmen penegakan hukum di Banten benar-benar diwujudkan.

“Kami akan segera mengusut 71 mantan anggota DPRD Banten itu. Kami sedang menginventarisasi nama-nama mantan anggota dewan itu untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan. Sebab bagaimanapun, 71 mantan anggota dewan itu juga ikut menikmati dana perumahan yang diambil dari dana tak tersangka itu,” tegas Kamal.

Kamal menegaskan, soal kelanjutan pengusutan kasus korupsi dana perumahan DPRD Banten itu, pihaknya bersama dengan aparat hukum di Provinsi Banten yakni pihak kepolisian, Pengadilan Negeri Serang, dan Pengadilan Tinggi Banten, telah berkoordinasi guna meneguhkan komitmen bersama untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi di provinsi yang baru berusia lima tahun itu.

“Untuk menegakkan supermasi hukum, maka kita ikuti saja logika hukum secara lurus, artinya siapa pun yang terlibat dalam tindak pidana korupsi apakah itu dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama maka mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu di depan pengadilan,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Pengadilan Negeri Serang Husni Rizal SH bahwa, pihaknya siap mendukung langkah jaksa dalam menuntaskan kasus korupsi Rp14 miliar dana perumahan DPRD Banten yang diambil dari APBD Banten 2003 itu.

“Pengusutan kasus korupsi itu memang mahal dan perlu dilakukan hingga tuntas dengan menyeret semua yang terlibat di dalamnya ke pengadilan. Semua orang sudah tahu duduk perkara kasus itu secara jelas, sebagaimana yang banyak terungkap di persidangan, maka kalau tidak diusut secara tuntas akan menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat,” katanya.

Dukungan serupa juga datang dari Ketua Pengadilan Tinggi Banten Sanim Djarwadi SH yang mengaku dirinya sudah bertemu dan membicarakan kasus itu secara khusus dengan Kajati Banten.

“Kami ingin mendorong jaksa untuk menuntaskan kasus tersebut. Kami telah menyampaikan kepada Kajati Banten untuk segera menuntaskan pekerjaan rumahnya dengan sesegera mungkin melakukan pengusutan terhadap 71 orang mantan anggota DPRD Banten periode 2001-2004 yang telah menerima aliran dana perumahan itu,” katanya.

Menurut Sanim, dari segi logika hukum saja jelas sulit diterima jika Gubernur Banten nonaktif Djoko Munandar selaku pemberi dana itu, dikenai hukuman dua tahun penjara namun 71 mantan anggota dewan Banten lainnya yang merasakan dana itu dibiarkan melenggang bebas dari tuntutan hukum.

“Itu logika hukum yang cukup sederhana. Tetapi yang jelas, kasus ini sudah diketahui oleh semua masyarakat Banten karena itu semua mantan anggota dewan Banten yang telah merasakan dana perumahan itu harus diseret juga ke pengadilan,” tegasnya.***

One Response

  1. YEEAAAAHHH !!!!
    HIDUP DJOKO MUNANDAR !!!

Leave a reply to mata Cancel reply