Jabodetabekjur Bersatu Membangun Sarana dan Prasarana Pendidikan dan Kesehatan

Oleh Elde Domahy Lendong, S.Fil

UPAYA untuk menyelaraskan pembangunan antara DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia dengan beberapa daerah penyangga di sekitarnya merupakan sesuatu yang wajar dan sangat mendesak dilakukan karena daerah-daerah yang berada berdekatan dan berbatasan langsung dengan DKI Jakarta akan menjadi penopang bagi Jakarta yang perkembangan pembangunannya semakin hari semakin pesat. Seiring dengan itu, persoalan multidimensi di Jakarta sebagai dampak dari pembangunan semakin mengkhawatirkan sehingga dibutuhkan kerjasama yang saling menguntungkan dengan daerah-daerah lain di sekitarnya.

Jika dilihat dari tingkat kepadatan penduduk, beban DKI Jakarta semakin berat karena setiat tahun ribuan orang datang dari berbagai daerah di Indonesia untuk mencari kerja dan menetap di daerah Jakarta. Belum lagi mengenai persoalan lingkungan, persoalan sampah, banjir, pengangguran, dan berbagai persoalan hukum dan keamanan lainnya.

Selain itu pusat-pusat perdagangan dan jasa masih tersentralisasi di Jakarta sehingga sebagian besar warga yang tinggal di daerah sekitar Jakarta setiap harinya bekerja di Jakarta, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kemacetan lalu-lintas di mana-mana. Memang tak bisa dipungkiri, sebagian besar warga yang bekerja di Jakarta berdomisili di daerah-daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur. Jadi tidak heran, jumlah penduduk di Jakarta pada malam hari yang hanya sebanyak 9,8 juta jiwa, bertambah menjadi 12 juta pada siang harinya.

Selain itu, perkembangan pembangunan antara DKI Jakarta dengan daerah-daerah sekitarnya terdapat perbedaan sangat jauh. Pembangunan sarana dan prasarana di Jakarta berkembang pesat, sementara di daerah sekitarnya berjalan stagnan. Hal inilah yang menjadi pemicu arus urbanisasi masyarakat ke Jakarta semakin meningkat sehingga pada akhirnya menimbulkan persoalan sosial yang begitu besar yang mau tidak mau harus ditangani oleh DKI Jakarta.

Untuk meminimalisasi dan mengatasi berbagai persoalan yang ada, maka tiga provinsi yakni Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat mencanangkan kerjasama pembangunan yang saling menguntungkan. Dalam melaksanakan kerjasama pembangunan ini, tidak hanya pemerintah provinsi yang dilibatkan tetapi juga pemerintah kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta antara lain Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang, Provinsi Banten.

Tanda Tangan MoU

Karena itu, dalam rangka merealisasikan dan mengimplementasikan program kerjasama ini, tiga gubernur dan delapan bupati/wali kota yakni Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan yang diwakili oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Nu Man Hakim, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten Hj Ratu Atut Chosiyah, Bupati Bogor Agus Utara Effendi, Wali Kota Bogor, Diani Budiarto, Bupati Tangerang H Ismet Iskandar, Wali Kota Tangerang H Wahidin Halim, Bupati Bekasi H M Saleh Manaf, Wali Kota Bekasi Akhmad Zurfaih, Pejabat Wali Kota Depok H Warna Sutarman dan Bupati Cianjur Wasidi Swastomo, di Hotel Imperial Aryaduta, Tangerang, Rabu (28/12) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman mengenai program kerjasama pembangunan tersebut.

Penandatanganan MoU itu merupakan tindak lanjut dari kesepakatan sebelumnya dari forum yang ada yakni 12 Agutus 2005 lalu, yang telah menyepakati program kerjasama prioritas di bidang pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan dasar di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur). Kerjasama pembangunan ini lebih didasarkan pada realitas sosial yang ada, guna terciptanya keselarasan, keserasian dan kesimbangan dalam pembangunan di antara daerah-daerah tersebut.

Dalam nota kesepakatan bersama itu, ditegaskan bahwa kerjasama pembangunan itu bertujuan untuk meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar dan kesehatan dasar di wilayah Jabodetabekjur. Penandatanganan nota kesepakatan bersama ini tentu menjadi awal yang baik untuk pembangunan di sektor yang lainnya. Memang, nota kesepakatan itu hanya mengatur soal program pembangunan pada tahun anggaran 2006 nanti. Namun, hal itu tidak berarti bahwa kerjasama pembangunan itu hanya berhenti di situ saja. Kerjasama pembangunan di wilayah Jabodetabekjur tentu akan berkelanjutan dan akan diperluas ke bidang-bidang lainnya.

Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, dalam sambutannya pada acara penandatanganan MoU kerjasama pembangunan di wilayah Jabodetabekjur, Rabu (28/12) malam mengungkapkan, program kerjasama pembangunan antara DKI Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya didasarkan pada sebuah tuntutan pembangunan dan perkembangan yang ada. Kerjasama pembangunan itu sangat wajar dan wajib dilakukan demi terciptanya keseimbangan dan keselarasan dalam pembangunan.

Ada banyak persoalan pembangunan yang sebenarnya harus diatasi dan ditangani secara bersama. Memang selama ini sudah dilakukan tetapi hanya bersifat spontan dan tidak didasarkan pada suatu kesepakatan yang formal dan resmi. Persoalan banjir misalnya, hulunya terdapat di daerah-daerah di sekitar, namun dampaknya atau hilirnya justru terjadi di wilayah DKI Jakarta. Untuk mengatasi masalah banjir tentu harus ada kerjasama pembangunan, baik itu di tingkat hulu banjir itu maupun di tingkat hilirnya,” ungkap Sutiyoso.

Lebih lanjut, Sutiyoso memaparkan, berkaitan dengan penyakit seperti flu burung, antraks, atau polio dan penyakit demam berdarah dengue (DBD), penanganannya sebenarnya harus dilakukan secara bersama. Sebab, jika salah satu warga Bekasi terkena penyangkit flu burung maka dalam waktu yang tidak lama penyakit yang sama akan menyebar ke daerah lainnya termasuk DKI Jakarta.

“Kerjasama pembangunan ini tentu tidak hanya sebatas di bidang pendidikan dasar dan kesehatan dasar saja, tetapi juga di banyak bidang lainnya yang membutuhkan penanganan bersama. Sebab, persoalan yang terjadi di DKI Jakarta masih ada keterkaitannya dengan daerah sekitarnya. Prinsip kerjasama ini tentu saling menguntungkan sehingga terciptanya kesimbangan dan keselarasan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat,” ujar Sutiyoso.

Ia mengatakan, pemerintah DKI Jakarta telah menyanggupi dan mengalokasikan anggaran pada tahun anggaran 2006 nanti dana sebesar Rp 24 miliar untuk empat kota dan empat kabupaten di sekitar Jakarta, yakni Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, dan Kota Bekasi, serta Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Cianjur guna membangun sarana dan prasarana pendidikan dasar dan kesehatan dasar.

“Untuk pengawasan penggunaan dana tersebut sudah diatur dalam nota kesepakatan bersama yakni pemerintah daerah masing-masing dan dilaporkan ke Sekretariat Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek,” jelasnya.

Sutiyoso mengungkapkan, persoalan kemacetan yang sering terjadi di Jakarta juga ada kaitannya dengan daerah sekitar. Ia mengatakan, pada tahun 2004 jumlah kendaraan yang masuk ke Jakarta sebanyak 600 ribu per hari. Sedangkan pada tahun 2005 ini, jumlah kenadaraan yang masuk ke Jakarta mengalami peningkatan menjadi 750 ribu per hari.

“Ini persoalan bersama dan perlu adanya kerjasama dalam penanganannya. Untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi maka diperlukan pembangunan sarana dan prasarana angkutan umum yang lebih memadai dan representatif. Maka, kami dari pemerintah DKI Jakarta dalam tahun anggaran 2006 nanti akan membangun jalur kereta api monorel, dan juga kereta api bawah tanah sehingga semakin banyak warga yang memilih menggunakan angkutan umum daripada kendaraan pribadi. Untuk mambangun jalur kereta api ini tentu bekerjasama dengan daerah sekitar karena pembangunan jalur kereta api itu akan dihubungan dengan daerah sekitar Jakarta sehingga warga yang berdomisili di wilayah Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, dan Cianjur bisa langsung menggunakan jasa angkutan yang ada menuju Jakarta,” ungkapnya.

Namun Sutiyoso mengaku kecewa dengan telah terjadinya peristiwa Bojong. Pembangunan pabrik pengolahan sampah di Bojong, Bogor akhirnya terhenti karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Peristiwa itu telah menyebabkan rusaknya citra Indonesia di mata investor asing karena pembangunan pabrik pengelohan sampah di Bojong itu telah mengeluarkan dana dan saham yang begitu besar.

“Pembangunan pabrik pengelohan sampah di Bojong menggunakan teknologi tinggi dan ramah lingkungan. Keberadaan pabrik pengelolahan sampah itu juga akan menguntungkan masyarakat sekitar. Karena itu, untuk pabrik pengelohan sampah ini, kami akan bangun di wilayah Jakarta saja sebab hal yang sama kami lihat di Jepang, pabrik pengolahan sampah dibangun di tengah kota dan tidak menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan karena sudah menggunakan teknologi tinggi,” tegas Sutiyoso.

Sutiyoso juga berencana akan melakukan kerjasama di bidang agrobisnis sehingga hasil pertanian di wilayah Jawa Barat, Banten atau di Pulau Jawa lainnya bisa diolah untuk kepentingan ekspor.

“Selama ini kita membeli buah impor di mal atau di pasar. Padahal, di daerah kita sendiri memiliki buah yang berkualitas baik, namun karena tidak diolah dan dikemas dengan teknologi yang bagus sehingga tidak bisa diekspor. Sudah saatnya kita mengekspor buah ke luar negeri,” ujarnya.

Sementara itu, Plt Gubernur Banten Atut Chosiyah mengungkapkan, kerjasama pembangunan di wilayah Jabodetabekjur harus diperluas ke sektor-sektor lainnya termasuk soal keamanan. Ia berharap kerjasama pembangunan itu akan mempercepat pembangunan di wilayah Jabodetabekjur.

“Program kerjasama ini tentu sangat positif dan patut didukung. Karena itu kami meminta agar program kerjasama ini diperluas ke bidang-bidang lainnya. Kami mengakui, jika pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar dan kesehatan dasar hanya mengandalkan pendapatan daerah Banten tentu akan berjalan lamban. Karena itu kami mengucapkan terima kasih atas bantun dari Pemerintah DKI Jakarta untuk membangunan sarana dan parasana pendidikan dan kesehatan dasar pada tahun anggaran 2006 nanti,” jelasnya.

Hal yang sama diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Barat Nu Man Hakim, bahwa Pendapat Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat hanya mencapai Rp 4 triliun. Namun Provinsi DKI Jakarta sudah mencapai Rp 73 triliun lebih. Ia mengungkapkan kerjasama pembangunan dengan DKI Jakarta tentu sangat membantu pembangunan di wilayah Jawa Barat.

“Kami berharap kerjasama ini akan berkelanjutan dan diperluas ke bidang-bidang lainnya,” ujarnya. ***

Leave a comment